Iklan

40 Hari Kepergian Kyai Thoriqoh

5/31/2020, 19:49 WIB Last Updated 2020-05-31T12:49:15Z


Oleh Abdul Aziz Idris 

Perjalanan panjang Beliau membimbing umat, masyarakat, warga Nahdliyin di ranah thoriqoh sungguh luar biasa, meyambangi ummat, menuntun dan membimbing dengan penuh ketelatenan menuju hakikat yang sejati wushul ( sampai) ke hadrot Illahi. Begitu panjang dari masa Abah Beliau KH. Ali Abahnya yang menapaki dunia thoriqoh dengan bimbingan K.H. Umar Payaman yang kemudian tahun 1934 mengangkat KH. Ali Sempu sebagai badal thoriqoh, baru kemudian empat tahun berikutnya di angkat sebagai Mursyid oleh KH. Shiddiq Berjan setelah sebelumnya diperintahkan untuk berjalan kaki dari rumahnya di Sempu Secang ke Berjan Purworejo. KH. Ali berangkat setiap hari kamis sore dan kembali setelah sholat jum'ah di Berjan dan ini dijalani beliau selama tiga tahun. Sungguh perjalanan ini tidak kemudian berhenti, namun diteruskan estafet perjuangan ini oleh putra beliau KH. Ismail Ali yang kemudian juga menekuni laku thoriqoh seperti Abahnya.

KH. Ismail lahir di Magelang tahun 1937 di kampung Sempu, sedari kecil dididik dalam asuhan Ibu Nyai Salbiyah dan Abahnya KH. Ali yang juga seorang Mursyid Thoriqoh. Sedemikian dalam urusan adab, akhlak dan sunnah sunnah Rosululloh SAW. kemudian sebagaimana lazimnya putra Kyai kemudian dihantarkan ke pesantren Berjan Purworejo untuk belajar dan berhidmah kepada KH. Shiddiq. Di pesantren ini Ismail kecil lebih banyak berhidmah di ndalem kepada KH. Shiddiq dan juga putranya KH. Nawawi kedekatan santri dan Kyai sedemikian nyata. Seorang santri akan selalu di anggap anak oleh Kyai, dengan sikap welas asih dan lembah manahnya santri akan di tempa, di asuh dengan penuh kasih sayang, dan di curahkan cahaya ilmu serta hikmah.
Hingga kemudian perjalanan hidup beliaupun berdasar arahan dan dawuh Kyai, untuk pulang berhidmah kepada orang tua , kepada masyarakat. Menjadi penganti Abahnya membimbing masyarakat suluk/ menempuh jalan thoriqoh dengan menuntun dzikir, dan meyambangi umat di daerah Magelang, Temanggung, Klaten, Gunung kidul, Semarang, Demak,  Malang, Lampung tengah, Lampung utara, Palembang, Jambi, kalimantan dengan nasehat, dan dawuh dawuh yang sejuk, dan menentramkan hingga ke lubuk sanubari dan menjadi laku di keseharian dalam bentuk sikap sabar, nerimo, ngalah dan mendasarkan kepada nilai utuh dalam ibadah, dan ubudiyah. 

Lahul Fatihah ...

Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Al Anwar Sarang, Rembang dan Wakil Katib Syuriah PCNU Kabupaten Magelang

Komentar

Terkini