Iklan

Wakil Ketua PWNU Jateng: New Normal Bagi Pesantren Harus Memperhatikan Kearifan Lokal

5/31/2020, 10:45 WIB Last Updated 2020-05-31T03:53:03Z


Baru-baru ini baru ramai diperbincangkan tentang tata aturan baru yang akan diterapkan menyusul diberlakukannya New Normal di masa pandemic covid-19 ini. Menanggapi munculnya edaran yang dikeluarkan oleh Rabithah Ma’ahadil Islamiyah (RMI NU atau asosiasi pondok pesantren NU) pusat, wakil ketua menyampaikan tentang pentingnya tata aturan baru tersebut agar memperhatikan kearifan lokal masing-masing pesantren. 

Selain itu, negara harus benar-benar hadir dalam hal ini. Ini mengingat pesantren memiliki karakter dan ciri masing-masing yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini misalnya dari aspek jumlah santri yang sangat beragam, dari yang puluhan, ratusan, hingga ribuan santri. 

Memang jika memperhatikan aturan baru tersebut, akan banyak sekali penyesuaian yang bisa jadi memberatkan beberapa pesantren. Misalnya saja aturan tentang physical distancing atau jaga jarak secara fisik. Seperti diketahui, banyak pesantren di mana kamar dan ruang belajarnya dihuni oleh puluhan santri, sementara ukurannya tidaklah luas. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan ruang dan bangunan pesantren, sementara animo masyarakat terhadap pesantren sangatlah besar. 

Selain aturan physical distancing juga misalnya aturan pemberlakuan rapid test bagi santri. Ini juga akan memberatkan para santri yang notabene banyak yang berlatar belakang dari kelas menengah ke bawah. Biaya rapid test hingga PCR  yang besar tentu akan memberatkan mereka. Belum lagi proses setelah itu yang harus menunggu lama. Tentu semuanya harus difikirkan ulang mengingat jumlah santri saat ini di Indonesia diperkirakan sebanyak 18 juta santri. 

Secara konkrit, Dr. Mahsun, Wakil Ketua PWNU Jateng meminta agar semua santri diwajibkan isolasi mandiri selama 14 hari sebelum brangkat ke pesantren. 

"Yang kedua adalah membawa surat keterangan dari pihak desa bahwa yang bersangkutan telah melakukan isolasi mandiri selama 14 hari, kemudian setelah itu sampai di pesantren dilakukan tes suhu badan dan diharuskan memakai masker." tambahnya.

Dijelaskan lagi oleh Mahsun bahwa yang terpenting adalah agar test cepat (rapid test) difasilitasi negara dan bagi yang reaktif dilakukan swab yang  juga difasilitisasi oleh negara dan yang bersangkutan tidak diijinkan masuk pesantren sebelum dipastikan negatif. Penting juga jangan ada aturan jaga jarak karena tidak mungkin dilakukan di ponpes.

Kontributor: Najib Chaqoqo
Komentar

Terkini