Iklan

Haji Dan Umroh Ditengah Pandemi Dalam Pandangan Fiqh

6/02/2020, 21:30 WIB Last Updated 2020-06-02T14:30:17Z
(foto dari nu.or.id)

Oleh Abdul Aziz Idris

Hari ini secara resmi pemerintah melalui menteri agama, Fachrul rozi memutuskan meniadakan pemberangkatan jamaah haji dari Indonesia. Keputusan ini tentu setelah melalui tahapan dan proses yang bermuara kepada kemaslahatan. Tulisan ini tidak hendak mengulas keputusan itu. Namun sekedar meluruskan pemahaman terkait hukum menuaikan haji. 
Sudah menjadi maklum bahwa haji dan umroh adalah bagian dari rukun Islam yang lima, haji dan umroh di wajibkan pada tahun keenam dari hijroh Nabi SAW dan tidak menjadi wajib kecuali hanya sekali seumur hidup dan itupun bagi yang mampu. Nabi SAW pun hanya sekali menunaikan haji yang masyhur disebut haji wada'. 
Secara umum memang haji dan umroh hukumnya wajib, namun hukum ini sebenarnya bisa berubah karena ada hal lain yang berkaitan dengan keadaan tertentu. Maka hukum haji terbagi menjadi : 
1, fardlu 'ain, untuk orang Islam yang memenuhi ketentuan dan syarat( istitoah ), sering di sebut haji Islam
2, Fardlu kifayah, 
Bagi setiap komunitas, negara muslim Pelaksanaan haji sebagai bagian dari ihya' al ka'bah ( menghidupkan ka'bah dengan ibadah ) tahunan, sekaligus juga sebagai forum pertemuan umat Islam dunia. Ini yang tetap akan ada sepanjang zaman.
3, Sunnah,
Haji yang dilakukan oleh anak anak.
4, Haram,
Jika nyata,atau ada dugaan resiko, bahaya yang mengancam jiwa, harta, dan kehormatan terhadap calon jamaah haji. seperti merebaknya wabah, pandemi seperti keadaan sekarang ini. 
5, Makruh,
Jika ada kekhawatiran adanya resiko tersebut. Sehingga kalaupun memaksakan menunaikan haji tidak terlaksana dengan hidmat, dan maksimal .

Dan menjadi hal yang perlu difahami bahwa setiap ibadah memang ada nilai keutamaan keutamaan tersendiri yang mungkin tidak didapat pada ibadah lain. Semisal nilai keutamaan haji adalah menghapus dosa besar dan kecil bahkan dosa yang terkait dengan manusia ( huquq adami ), sebagaimana hadist, : 

مَنْ حَجَّ, فَلَمْ يَرْفُثْ, وَلَمْ يَفْسُقْ, رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ. مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.

“Barangsiapa berhaji dan dia tidak melakukan jima’ dan tidak pula melakukan perbuatan dosa, maka dia kembali seperti hari ia dilahirkan ibunya.” (H.R. Bukhori Muslim )

أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ﴿العُمْرَةُ إِلَى العُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالحَجُّ المَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الجَنَّةُ﴾
 Dari Abu Hurairah radhiyallahu‘anh berkata, “Sesungguhnya Rasûlullâh shallallahu’alaihiwasallam bersabda, “Umrah satu ke Umrah lainnya adalah penebus dosa antara keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada pahala baginya selain Surga.( HR. Bukhori ).

Tetapi menurut pandangan Imam Ibrohim Al-Bajuri nilai keutamaan sholat lebih daripada haji dan umroh. Maka dalam keadaan bagaimanapun selayaknya seorang muslim tidak kemudian sedih, bahwa banyak hal yang bisa dilakukan untuk beribadah kepada Alloh SWT. 

Semoga Alloh SWT segera mengangkat wabah pandemi ini dari muka bumi dan umat ini semakin diberi taufiq untuk sebuah kebaikan dan ibadah kepada Tuhannya.

Pangkat, 2 Juni 2020
Komentar

Terkini