Iklan

Tradisi Nyekar (Ziarah) ke Makam Sebelum atau Sesudah Shalat Ied

5/01/2022, 02:28 WIB Last Updated 2022-04-30T19:28:38Z

 

(foto:nu.or.id)
 
Menziarahi makam orang Muslim termasuk sunnah baginda saw. sebagaimana banyak termaktub dalam berbagai riwayat bahwa beliau saw. senantiasa menyempatkan diri untuk menziarahi ahli Baqi’ dan Uhud dan mengucapkan salam dan doa keselamatan pada ahli kubur yang ada di tempat tersebut.

Sayyidah Aisyah ra. meriwayatkan sebagaimana disampaikan oleh Imam Muslim dalam Ṣaḥīḥ-nya dan Imam Nasa’i dalam Sunan-nya:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّمَا كَانَ لَيْلَتُهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ إِلَى الْبَقِيعِ فَيَقُولُ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَأَتَاكُمْ مَا تُوعَدُونَ غَدًا مُؤَجَّلُونَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِأَهْلِ بَقِيعِ الْغَرْقَدِ
"Rasulullah saw. itu saat giliran malam beliau di tempatnya (Aisyah ra.), beliau saw. keluar pada akhir malam ke makam Baqi', kemudian mengucapkan; "Keselamatan atasmu semua hai perkampungan kaum Mukminin, akan datang padamu semua apa-apa yang engkau semua dijanjikan esok, yang saat ini masih ditangguhkan waktunya. Sesungguhnya kita semua ini Insha Allāh akan menyusul kalian, Yā Allāh, ampunilah para penghuni makam Baqi' al-Gharqad ini.”

Disampaikan juga oleh Imam Muslim bahwa kala secara diam-diam sayyidah Aisyah ra. mengikuti baginda saw. yang keluar malam-malam dari kamar sayyidah Aisyah menuju ke Bagi’ tersebut beliau bersabda:
فَإِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِي حِينَ رَأَيْتِ فَنَادَانِي فَأَخْفَاهُ مِنْكِ فَأَجَبْتُهُ فَأَخْفَيْتُهُ مِنْكِ وَلَمْ يَكُنْ يَدْخُلُ عَلَيْكِ وَقَدْ وَضَعْتِ ثِيَابَكِ وَظَنَنْتُ أَنْ قَدْ رَقَدْتِ فَكَرِهْتُ أَنْ أُوقِظَكِ وَخَشِيتُ أَنْ تَسْتَوْحِشِي فَقَالَ إِنَّ رَبَّكَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَأْتِيَ أَهْلَ الْبَقِيعِ فَتَسْتَغْفِرَ لَهُمْ قَالَتْ قُلْتُ كَيْفَ أَقُولُ لَهُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ قُولِي السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَيَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ
“Jibril tadi datang padaku, saat dia melihatmu maka dia memanggilku perlahan-lahan sehingga tidak terdengar olehmu. Aku menjawab panggilannya tanpa terdengar pula olehmu. Dia tidak masuk ke rumah, karena kamu telah menanggalkan pakaianmu, aku pun mengira bahwa kamu telah tidur, oleh sebab itu aku segan membangunkanmu khawatir engkau akan merasa kesepian. Jibril berkata padaku; “Allah swt. memerintahkan anda agar datang ke Baqi' dan memohonkan ampunan bagi para penghuninya.” Aku berkata; “Lalu apa yang kubaca sesampai di sana wahai (Jibril) sang Utusan Allah?”. Jibril menjawab, “Ucapkanlah: “Semoga keselamatan tercurahkan untuk penduduk kampung orang-orang mukmin dan muslim, semoga Allah memberi rahmat kepada orang-orang yang telah mendahului kami dan orang-orang kemudian, dan kami Insha Allāh akan menyusul kalian semua.”

Imam Abu Syaibah meriwayatkan secara marfū‘, sebagaimana dikutip oleh Syekh Samhudi dalam Khulāṣat al-Wafā/ al-Wafā al-Wafā bi Akhbār Dār al-Muṣṭafā, juga Imam Thabari kala menafsiri ayat QS. al-Ra‘d: 23 :
أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يأتي قبور الشهداء بأحد على رأس كل حول فيقول : السلام عليكم بما صبرتم فنعم عقبى الدار. قال: وجاءها أبو بكر، ثم عمر، ثم عثمان رضي الله تعالى عنهم
“Sesungguhnya baginda Nabi saw. itu mendatangi makam Shuhadā’ Uḥud di setiap awal tahun dan beliau berdoa; “Semoga keselamatan tercurahkan untuk kalian sebab kesabaran kalian, maka sebaik-baiknya tempat kembali itu surga.  (Ibnu Abi Shalih) berkata; dan Abu Bakar, lalu Umar dan Usman juga mendatangi pemakaman Uhud (setiap awal tahun sebagaimana baginda saw.)”

Hadis di atas juga dapat kita jumpai menjadi dalil mazhab Hanafi saat menjelaskan kebolehan berziarah kubur sebagaimana disebut oleh Doktor Wahbah dalam al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu (2/540) juga Ma‘rifat al-Sunan wa al-Āthār-nya Imam Bayhaqi yang dita‘līq oleh Doktor Abdul Mu‘thi Amin Qal‘aji (5/350) di bab ziarah Kubur.

Bahkan sebelum wafat, baginda saw. menyempatkan untuk berziarah Shuhadā’ Uḥud sebagaimana disebutkan dalam Hadis Sahih Bukhari-Muslim dan juga Nasa’i dari sahabat Uqbah ra.:
صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى قَتْلَى أُحُدٍ بَعْدَ ثَمَانِي سِنِينَ كَالْمُوَدِّعِ لِلْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ...
“Baginda saw. shalat untuk Shuhadā’ Uḥud setelah delapan tahun (syahidnya mereka) layaknya perpisahan bagi yang hidup dan yang mati...”

Imam Ābādī dalam ‘Awn al-Ma‘būd menjelaskan Hadis di atas bahwa makna shalat dalam hadis ini bukanlah doa, namun memang shalat mayyit yang beliau laksanakan untuk para Shuhadā’ Uḥud pasca delapan tahun selepas syahidnya mereka. Masyhur disebutkan dalam riwayat lain bahwa pasca perang Uhud, para Shuhadā’ yang wafat langsung dikebumikan tanpa dishalati oleh beliau dan baru dishalati oleh beliau setelah hampir delapan tahun syahidnya mereka sebagaimana disebutkan oleh Hadis di atas.

Tidak hanya berziarah ke makam Baqi dan Uhud, baginda dalam riwayat yang lain juga pernah diceritakan telah berziarah ke makam ibunda beliau saw. (sayyidah Aminah binti Wahab). Dan Mayoritas dalam empat mazhab mu‘tabar membolehkan dan bahkan menghukumi sunnah berziarah kubur.

Kaitannya dengan tradisi ziarah kubur sebelum perayaan Ied atau di hari raya Ied yang dilakukan oleh masyarakat Nusantara baik di Indonesia, Malaysia, Singapura dan Brunei. Maka hal demikian sebetulnya masuk dalam ranah kebolehan atau kesunnahan ziarah kubur di atas. Sebab dalil ziarah kubur tidak membatasi harus dilakukan di hari tertentu.

Hanya Syeikh Amru Wardani dalam siaran langsung Dār al-Iftā’ yang juga diwartakan oleh koran al-Balad pada 13 Mei 2021 yang menyampaikan bahwa fenomena ziarah Kubur di hari pertama Ied yang dilakukan oleh beberapa masyarakat Mesir pada dasarnya menyalahi hal yang utama. Maksudnya adalah bahwa ziarah kubur itu sunnah sebagaimana pendapat mayoritas ulama berbagai mazhab dan hari Ied merupakan hari perayaan dan kesenangan. Jika dengan berziarah itu menyebabkan hati sedih maka seyogyanya tidak dilakukan sebab hari itu semestinya menjadi hari kegembiraan.

Namun jika kegembiraan hari Ied itu tidak berubah sebab berziarah maka tidaklah mengapa. Walau demikian beliau tidak mengharamkan ziarah kubur di hari Ied yang dapat berujung pada hati yang sedih sebab mengenang keluarga yang telah wafat, hanya jika ziarah berujung kesedihan maka afdhalnya ditinggalkan sebab khilāf al-awlā.

Pendapat demikian juga sebelumnya telah disampaikan oleh Syeikh Majdi Asyur, Amīn al-Fatwā Dār al-Iftā’ al-Maṣriyyah dalam laman facebook Dār al-Iftā’ yang juga diwartakan oleh koran al-Yaum al-Sābi‘ 3 Juni 2019. Dalam koran Akhbār al-Yawm 15 Mei 2021, Syeikh Syauqi Allam, Mufti Dār al-Iftā’ al-Maṣriyyah menggariskan bahwa ziarah kubur disunnahkan pada hari apapun, bahkan ziarah kubur akan mempunyai keutamaan tersendiri saat dilakukan di hari-hari yang penuh berkah, semisal di hari Ied. Sebab di hari tersebut ziarah kubur dapat dimaknai sebagai bentuk silaturrahim pada kerabat yang telah wafat atau kebaktian seorang anak pada orang tua yang wafat dengan mendoakan mereka. Hanya, ziarah di hari Ied harus dapat menjaga hati dari kesedihan dan menjaga lisan dari penyesalan atau ratapan-ratapan kesedihan.

Dengan demikian, tradisi ziarah kubur yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia saat hari Ied adalah boleh bahkan baik jika tidak sampai membuat hati sedih. Terlebih jika ziarah itu dilakukan sebelum atau menjelang esok hari Ied atau setelah hari Ied dengan maksud mendoakan keluarga yang wafat, maka tidak menyalahi akan keharusan bergembira di hari Ied sebab aktifitas ziarah dilakukan di pra dan pasca hari Ied. Wa Allāh A’lam.

( Bakrul Huda )

Komentar

Terkini