Salah satu kemajuan NU dari sisi struktural adalah saat NU menjadi partai politik, karena keputusan menjadi partai politik memberi implikasi pembentukan kepengurusan sampai tingkat bawah atau ranting. Namun dalam perkembangannya terbentuk kepengurusan yang lengkap tetap membutuhkan kampanye, sosialisasi sebagai strategi mencari dukungan dan untuk mendulang suara lebih banyak ke masyarakat.
Pemilu tahun 1955 yang disebut pemilihan umum paling demokratis dalam sepanjang perhelatan politik di negeri ini menyisakan pernik-pernik perjuangan para Kyai di negeri ini. Salah satu upaya satu Kyai sepuh, Kyai Abdan Koripan ketika berkampanye demi partai NU saat itu. Cara yang unik karena beliau kerso menghadang orang di satu jalur jalan yang menjadi jalur utama orang bepergian ke kota Magelang saat itu , untuk dengan penuh keikhlasan beliau mengatakan kepada orang yang lewat jalan itu : " mbenjang pemilu , nderek nyoblos partai NU, gambar jagat njeh ?. Sami nderek Mbah Romo Agung Payaman !". Begitu ajakan beliau. Ini beliau lakukan beberapa kali. Dan ternyata usaha dan model kampanye Simbah Kyai Abdan ini di amini oleh Kyai yang lain lewat jalur isyarat langit, dimana Simbah Kyai Muhsin Geger yang memang Waskito dalam istikhoroh mendapatkan petunjuk kebenaran terhadap apa yang dilakukan oleh Simbah Kyai Abdan, dengan bermimpi melihat Simbah Kyai Abdan berposisi sebagai seorang masinis kereta dengan gerbong yang panjang penuh oleh penumpang, sebagai isyarat bahwa pemilu 1955 partai NU mendapatkan dukungan dan suara yang banyak dari rakyat Indonesia. Begitulah ikhtiar para kasepuhan selalu selaras dengan isyarat-isyarat langit yang memberkahi langkah dan tindakannya.
Apakah kiprah beliau terkait NU hanya diperhelatan politik saja, tentu tidak bahkan yang lebih terpenting dari sebuah organisasi adalah kaderisasi, beberapa santri ditempa menjadi kader NU yang dimasanya adalah aktivis dan pejuang NU, salah satunya adalah KH. Idris Shiddiq Karanganyar yang kemudian melanjutkan belajar di pesantren Tebuireng dan disinilah mata rantai NU Magelang terjalin. Sebagaimana tatkala NU berdiri yang diisyaratkan dengan restu Mahakyai Syaikhina Kholil Bangkalan Madura dengan mengirimkan tongkat, tasbih kepada Hadrotus Syaikh KH.M.Hasyim Asy'ari, begitu juga NU Magelang secara isyarat juga adanya surat yang dikirim oleh Hadrotus Syaikh KH.M.Hasyim Asy'ari kepada Simbah KH.Sirodj Romo Agung Payaman. Sebuah upaya mengikat dan menyambungkan jejaring Ulama Nusantara yang pernah saling berikrar untuk perjuangan Islam di Makkah saat itu.
Pengkaderan justru menjadi fokus utama beliau, sehingga dikemudian hari beberapa santri, dan putro wayah berkiprah di masyarakat terlebih di Jam'iyyah NU , salah satu contoh kecil dari hasil pengkaderan itu, menurut H.M.Ridwan salah satu ketua Tanfidziyah PCNU kab Magelang menceritakan di jajaran kepengurusan NU saat itu ada dua Idris, Idris sepuh dan Idris enom ( muda ). Idris sepuh adalah KH. Idris Siddiq Karanganyar santri Tebuireng yang menjadi kurir Hadrotus Syaikh KH.M.Hasyim Asy'ari membawa surat kepada KH.Sirodj Romo Agung. Sementara Idris yang satu lagi, Idris enom adalah KH.Idris Abdan Putro pertama beliau yang meneruskan jejak perjuangan di Nahdlatul ulama dengan merintis lembaga pendidikan dasar , Madrasah ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dimana saat itu sementara masyarakat masih sedikit antipati dengan pendidikan formal, namun disisi yang lain juga masih memandang sebelah mata akan keberadaan sekolah yang berbasis pendidikan agama. Sebuah dilema yang tidak menjadi penghalang bagi Kyai Idris muda untuk tetap berhidmah di Nahdlatul Ulama dari jalur pendidikan.
Sementara untuk hidmah kemasyarakatan, beliau mengkader santri-santri untuk kelak kemudian hari terjun dimasyarakat dengan bekal ilmu, berdakwah dan memberi pencerahan bagi masyarakat, salah satu santri beliau adalah KH.Chudhori bin Ihsan pendiri pondok pesantren Asrama Perguruan Islam ( API ) Tegalrejo, KH. Yasin pendiri pondok pesantren Hidayatul Mubtadiin Kombangan Tegalrejo , KH. Hamid Usman Kajoran dan beberapa Kyai di sekitar Tegalrejo. Sebuah jejak perjuangan yang terus ditapaki sehingga pondok pesantren yang dirintis beliau masih memberi kontribusi, dan peran yang nyata di masyarakat sampai saat ini setelah melampaui rentang satu abad.
Sumber cerita : KH.M. Sholikhun, KH.Mudris Payaman, KH.Ihsanudin Abdan
Abdul Aziz Pangkat